Kumpulan Tembang Macapat
Tembang
macapat merupakan salah satu tembang atau lagu daerah yang paling populer di
Jawa.
Tembang
macapat merupakan tembang atau puisi tradisional Jawa yang menceritakan
tahap-tahap kehidupan manusia. Filosofinya menggambarkan tentang seorang
manusia dari lahir, mulai belajar di masa kanak-kanak, saat dewasa, hingga
akhirnya meninggal dunia.
Tembang
macapat sendiri mempunyai sebutan tembang cilik (kecil). Tembang macapat yang
berarti lagu ini mempunyai karakteristik yang berbeda dari setiap jenisnya.
Ciri-ciri tersebut diantaranya dari Guru Gatra, Guru Lagu, dan Guru Bilangan
(wilangan).
Sejarah Tembang Macapat
Macapat
diperkirakan muncul pada akhir masa Majapahit dan dimulainya pengaruh dari
Walisanga. Bisa dikatakan ini untuk situasi di Jawa tengah, sebab di Jawa timur
dan Bali macapat sudah dikenal sebelumnya, bahkan sebelum datangnya islam.
Sebagai
contohnya yaitu sebuah teks dari Bali atau Jawa timur yang dikenal dengan judul
Kidung Ranggalawe disebutkan telah selesai ditulis pada tahun 1334 Masehi. Di
sisi lain tarikh ini disangsikan karena karya tersebut hanya dikenal versinya
yang lebih mutakhir dan sari semua naskahnya yang memuat teks yang berasal dari
Bali.
Mengenai
usia macapat, terdapat dua pendapat yang berbeda terutama yang ada hubungannya
dengan Kakawin atau puisi tradisional Jawa Kuna, mana yang lebih tua.
Prijohoetomo berpendapat bahwa macapat adalah turunan Kakawin dengan tembang
Gedhe (besar) sebagai perantara.
Pendapat
tersebut disangkal oleh Poerbatjaraka dan Zoetmulder. Menurut keduanya macapat
ini sebagai metrum puisi asli Jawa yang lebih tua usianya daripada Kakawin.
Karena itu macapat baru muncul setelah pengaruh India semakin memudar.
Pengertian Guru Gatra, Guru Lagu, dan Guru Bilangan.
•
Guru Gatra merupakan banyaknya jumlah larik (baris) dalam satu bait.
•
Guru Lagu merupakan persamaan bunyi sajak di akhir kata dalam setiap
larik (baris).
•
Guru Wilangan merupakan banyaknya jumlah wanda (suku kata) dalam setiap
larik (baris).
Untuk
mempermudah membedakan guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan dari
tembang-tembang macapat tadi, maka bisa dibuat tabel seperti berikut :
Dengan
adanya aturan berupa Guru Gatra, Guru Lagu, dan Guru Bilangan maka tembang
macapat dibedakan menjadi 11 jenis tembang.
Jenis Tembang Macapat beserta penjelasannya serta
dilengkapi dengan Guru Gatra, Guru Lagu, dan Guru Bilangan
1. Tembang Pocung (Pucung)
mataharisun.wordpress.com
Kata pocung
(pucung) berasal dari kata ‘pocong’ yang menggambarkan ketika seseorang sudah
meninggal yang dikafani atau dipocong sebelum dikuburkan. Filosofi dari tembang
pocung menunjukkan tentang sebuah ritual saat melepaskan kepergian seseorang.
Dari segi
pandang lain ada yang menafsirkan pucung merupakan biji kepayang (pengium
edule). Di dalam Serat Purwaukara, pucung memiliki arti kudhuping
gegodhongan (kuncup dedaunan) yang biasanya tampak segar.
Ucapan cung
dalam kata pucung cenderung mengarah pada hal-hal yang lucu sifatnya, yang
dapat menimbulkan kesegaran, misalnya kucung dan kacung. Biasanya tembang
pucung digunakan untuk menceritakan lelucon dan berbagai nasehat. Pucung
menceritakan tentang kebebasan dan tindakan sesuka hati, sehingga pucung
berwatak atau biasa digunakan dalam suasana santai.
Contoh
Tembang Pocung (12u – 6a – 8i – 12a)
Ngelmu iku
kelakone kanthi laku
Lekase lawan kas
Tegese kas nyantosani
Setya budya pengekesing dur angkara
Lekase lawan kas
Tegese kas nyantosani
Setya budya pengekesing dur angkara
Berikut
penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang
pucung.
1. Guru
gatra = 4
Artinya
tembang Pocung ini memiliki 4 larik kalimat.
2. Guru
wilangan = 12, 6, 8, 12
Maksudnya
setiap kalimat harus mempunyai suku kata seperti di atas. Kalimat pertama
berjumlah 12 suku kata. Kalimat kedua berjumlah 6 suku kata. Kalimat ketiga
berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat berjumlah 12 suku kata.
3. Guru lagu
= u, a, i, a
Maksudnya
adalah akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, a, i, a.
Berikut ini adalah contoh tembang pucung.
Berikut ini adalah contoh tembang pucung.
Ngelmu iku
kelakone kanthi laku -> u
Lekase lawan kas -> a
Tegese kas nyantosani -> i
Setya budya pengekesing dur angkara -> a
Lekase lawan kas -> a
Tegese kas nyantosani -> i
Setya budya pengekesing dur angkara -> a
2. Tembang Maskumambang
jogjanews.com
Tembang
Maskumambang menceritakan sebuah filosofi hidup manusia dari mulainya manusia
diciptakan. Sosok manusia yang masih berupa embrio di dalam kandungan, yang
masih belum diketahui jati dirinya, serta belum diketahui apakah dia laki-laki
atau perempuan.
Dari segi
pandangan lain Maskumambang berasal dari kata ‘mas’ dan ‘kumambang’. Asal kata
‘mas’ berasal dari kata Premas yang berarti Punggawa dalam upacara Shaministis.
Kata
‘kumambang’ berasal dari kata kambang dengan sisipan -um. Kambang sendiri
asalnya dari kata ambang yang berarti terapung. Kambang juga berarti Kamwang
yang berarti kembang.
Ambang
berkaitannya dengan Ambangse yang berarti menembang. Dengan demikian
Maskumambang dapat diartikan punggawa yang melakukan upacara Shamanistis,
mengucap mantra atau lafal dengan menembang disertai sajian bunga.
Di dalam
Serat Purwaukara, Maskumambang berarti Ulam Toya yang berati ikan air tawar,
sehingga terkadang diisyaratkan dengan lukisan atau ikan berenang.
Watak
Maskumambang yaitu meiliki gambaran perasaan sedih atau kedukaan, dan juga
suasana hati yang sedang dalam keadaan nelangsa.
Contoh
Tembang Maskumambang ( 12i – 6a – 8i – 8o )
Wong tan
manut pitutur wong tuwa ugi
Ha nemu duraka
Ing donya tumekeng akhir
Tan wurung kasurang-surang
Ha nemu duraka
Ing donya tumekeng akhir
Tan wurung kasurang-surang
Tembang
Maskumambang di atas menceritakan tentang hidup seseorang yang tidak mematuhi
nasehat orang tua, maka dia akan hidup sengsara dan menderita di dunia dan
akhirat.
Berikut
penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang
maskumambang.
1. Guru
gatra = 4
Artinya tembang
maskumambang ini memiliki 4 larik atau baris kalimat.
2. Guru
wilangan = 12, 6, 8, 8
Kalimat
pertama berjumlah 12 suku kata. Kalimat kedua berjumlah 6 suku kata. Kalimat
ketiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat berjumlah 8 suku kata.
3. Guru lagu
= i, a, i, o
Akhir suku
kata dari setiap kalimatnya harus bervokal i, a, i, o.
3. Tembang Megatruh
warungkopi.okezone.com
Kata
Megatruh berasal dari kata ‘megat’ dan ‘roh’, artinya putusnya roh atau telah
terlepasnya roh dari tubuh. Filosofi yang terkandung di Megatruh adalah tentang
perjalanan kehidupan manusia yang telah selesai di dunia.
Dari segi
pandang lain Megatruh berasal dari awalan -am, pegat dan ruh. Dalam serat Purwaukara,
Megatruh memiliki arti mbucal kan sarwa ala (membuang apa-apa yang
sifatnya jelek).
Kata pegat
ada hubungannya dengan peget yang berarti istana, tempat tinggal. Pameget atau
pemegat berarti jabatan. Samgat atau samget berarti jabatan ahli atau guru
agama. Dapat disimpulkan Megatruh mempunyai arti petugas yang ahli dalam
kerohanian yang selalu menghindari perbuatan jahat.
Watak
tembang Megatruh yaitu tentang kesedihan dan kedukaan. Biasanya menceritakan
mengenai kehilangan harapan dan rasa putus asa.
Contoh
Tembang Megatruh (12u – 8i – 8u – 8i – 8o)
Kabeh iku
mung manungsa kang pinujul
Marga duwe lahir batin
Jroning urip iku mau
Isi ati klawan budi
Iku pirantine ewong
Marga duwe lahir batin
Jroning urip iku mau
Isi ati klawan budi
Iku pirantine ewong
Berikut
penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang
Megatruh .
1. Guru
gatra = 5
Tembang
Megatruh ini memiliki 5 larik atau baris kalimat.
2. Guru
wilangan = 12, 8, 8, 8, 8
Kalimat
pertama berjumlah 12 suku kata. Kalimat kedua berjumlah 8 suku kata.
Kalimat ketiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat berjumlah 8 suku kata.
Kalimat ke lima berjumlah8 suku kata.
3. Guru lagu
= u, i, u, i, o
Akhir suku
kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, i, u, i, o.
4. Tembang Gambuh
izent.ru
Kata Gambuh
memiliki arti menyambungkan. Filosofi tembang Gambuh ini menceritakan mengenai
perjalanan hidup dari seseorang yang telah bertemu dengan pasangan
hidupnya yang cocok. Keduanya dipertemukan untuk menjalin ikatan yang lebih
sakral yaitu dengan pernikahan. Sehingga keduanya akan memiliki kehidupan yang
langgeng.
Dari segi
pandang lain Gambuh berarti roggeng tahu, terbiasa, dan nama tumbuhan.
Berkaitan dengan hal ini, tembang Gambuh memiliki watak atau biasa digunakan
dalam suasana yang sudah pasti atau tidak ragu-ragu, maknanya kesiapan
pergerakan maju menuju medan yang sebenarnya.
Watak Gambuh
juga menggambarkan tentang keramahtamahan dan tentang persahabatan. Tembang
Gambuh biasanya juga digunakan untuk menyampaikan cerita-cerita kehidupan.
Contoh
Tembang Gambuh (7u – 10u – 12i – 8u – 8o)
Lan sembah
sungkem ipun
Mring Hyang Sukma elinga sireku
Apan titah sadaya amung sadermi
Tan welangsira andhaku
Kabeh kagungan Hyang Manon
Mring Hyang Sukma elinga sireku
Apan titah sadaya amung sadermi
Tan welangsira andhaku
Kabeh kagungan Hyang Manon
Berikut
penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang
Gambuh .
1. Guru
gatra = 5
Tembang
Gambuh memiliki 5 larik atau baris kalimat.
2. Guru
wilangan = 7, 10, 12, 8, 8
Kalimat
pertama berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 10 suku kata.
Kalimat ke tiga berjumlah 12 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah
8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata.
3. Guru lagu
= u, u, i, u, o
Akhir suku
kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, u, i, u, o.
5. Tembang Mijil
kebudayaan.kemdikbud.go.id
Tembang
Mijil memiliki filosofi yang melambangkan bentuk sebuah biji atau benih yang
lahir di dunia. Mijil menjadi lambang dari awal mula dari perjalanan seorang
anak manusia di dunia fana ini, dia begitu suci dan lemah sehingga masih
membutuhkan perlindungan.
Dari segi
pandang lain Mijil berarti keluar. Selain itu berhubungan juga dengan wijil
yang mempunyai arti sama dengan lawang atau pintu. Lawang juga berarti nama
sejenis tumbuh-tumbuhan yang wangi bunganya.
Watak
tembang Mijil yaitu menggambarkan keterbukaan yang pas untuk mengeluarkan
nasehat, cerita-cerita dan juga asmara.
Contoh
Tembang Mijil (10i – 6o – 10e – 10i – 6i – 6o)
Dedalanne
guna lawan sekti
Kudu andhap asor
Wani ngalah dhuwur wekasane
Tumungkula yen dipundukanni
Ruruh sarwa wasis
Samubarangipun
Kudu andhap asor
Wani ngalah dhuwur wekasane
Tumungkula yen dipundukanni
Ruruh sarwa wasis
Samubarangipun
Tembang
Mijil di atas menceritakan mengenai bagaimana menjadi sosok orang yang
baik, rendah hati, dan juga ramah.
Berikut
penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang
Mijil .
1. Guru
gatra = 6
Tembang
Mijil memiliki 6 larik atau baris kalimat.
2. Guru
wilangan = 10, 6, 10, 10, 6, 6
Kalimat
pertama berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 6 suku kata.
Kalimat ke tiga berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 10 suku
kata. Kalimat ke lima berjumlaj 6 suku kata. Kalimat ke enam 6 suku
kata.
3. Guru lagu
= i, o, e, i, i, o
Akhir suku
kata dari setiap kalimatnya harus bervokal i, o, e, i, i, o.
Baca juga
6. Tembang Kinanthi
bartonprimaryschool.co.uk
Kinanthi
berasal dari kata ‘kanthi’ yang berarti menggandeng atau menuntun. Tembang
Kinanthi memiliki filosofi hidup yang mengisahkan kehidupan seorang anak yang
masih membutuhkan tuntunan agar bisa berjalan dengan baik di dunia ini.
Seorang anak
tidak hanya membutuhkan tuntutan untuk belajar berjalan, tetapi tuntunan secara
penuh. Tuntunan itu meliputi tuntunan dalam berbagai norma dan adat yang
berlaku agar dapat dipatuhi dan dijalankan pada kehidupan dengan baik.
Watak
tembang Kinathi yaitu menggambarkan perasaan senang, teladan yang baik, nasehat
serta kasih sayang. Tembang Kinanthi digunakan untuk menyampaikan suatu cerita
atau kisah yang berisi nasehat yang baik serta tentang kasih sayang.
Contoh
Tembang Kinanthi (8u – 8i – 8a – 8i – 8a – 8i)
Kukusing
dupa kumelun
Ngeningken tyas kang apekik
Kawengku sagung jajahan
Nanging saget angikipi
Sang resi kaneka putra
Kang anjog saking wiyati
Ngeningken tyas kang apekik
Kawengku sagung jajahan
Nanging saget angikipi
Sang resi kaneka putra
Kang anjog saking wiyati
Berikut
penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang
Kinanthi .
1. Guru
gatra = 6
Tembang
Kinanthi memiliki 6 larik atau baris kalimat.
2. Guru
wilangan = 8, 8, 8, 8, 8, 8,
Kalimat
pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata.
Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 8 suku
kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata. Kalimat ke enam 8 suku kata.
3. Guru lagu
= u, i, a, i, a, i
Akhir suku
kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, i, a, i, a, i
7. Tembang Asmarandana
baralekdi.blogspot.com
Tembang
Asmarandana berasal dari kata ‘asmara’ yang berarti cinta kasih. Filosofi
tembang Asmarandana adalah mengenai perjalanan hidup manusia yang sudah
waktunya untuk memadu cinta kasih dengan pasangan hidup.
Dari segi
pandang lain Asmaradana berasal dari kata asmara dan dhana. Asmara merupakan
nama dewa percintaan. Dhana berasal dari kata dahana yang berarti api.
Asmaradana
berkaitan dengan kajidian hangusnya dewa Asmara yang disebabkan oleh sorot mata
ketiga dewa Siwa seperti yang dituliskan dalam Kakawin Smaradhana karya Mpu
Darmaja. Dalam Serat Purwaukara Smaradhana diberi arti remen ing paweweh,
berarti suka memberi.
Watak
Asmarandana yaitu menggambarkan cinta kasih, asmara dan juga rasa pilu atau
rasa sedih.
Contoh
Tembang Asmarandana (8i – 8a – 8e – 7a – 8a – 8u – 8a)
Lumrah
tumrap wong ngaurip
Dumunung sadhengah papan
Tan ngrasa cukup butuhe
Ngenteni rejeki tiba
Lamun tanpa makarya
Sengara bisa kepthuk
Kang mangkono bundhelana
Dumunung sadhengah papan
Tan ngrasa cukup butuhe
Ngenteni rejeki tiba
Lamun tanpa makarya
Sengara bisa kepthuk
Kang mangkono bundhelana
Berikut
penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang
Asmarandana .
1. Guru
gatra = 7
Tembang
Asmarandana memiliki 7 larik atau baris kalimat.
2. Guru
wilangan = 8, 8, 8, 7, 8, 8, 8
Kalimat
pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata.
Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku
kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata. Kalimat ke enam berjumlah 8 suku
kata, Kalimat ke tujuh berjumlah 8 suku kata.
3. Guru lagu
= i, a, e, a, a, u, a
Akhir suku
kata dari setiap kalimatnya harus bervokal i, a, e, a, a, u, a.
8. Tembang Durma
Durma
memiliki arti pemberian. Tembang Durma mengandung filosofi tentang kehidupan
yang suatu saat dapat mengalami duka, selisih dan juga kekurangan akan sesuatu.
Tembang
Durma mengajarkan agar dalam hidup ini manusia dapat saling memberi dan
melengkapi satu sama lain sehingga kehidupan bisa seimbang. Saling tolong
menolong kepada siapa saja dengan hati yang ikhlas adalah nilai kehidupan yang harus
selalu dijaga.
Dari segi
lain Durma berasal dari kata Jawa klasik yang memiliki arti harimau. Dengan
begitu Durma memiliki watak atau biasa digunakan dalam suasana seram. Dapat
dikatakan tembang Durma seperti lagu yang digunakan di saat akan maju perang.
Dapat
disimpulkan tembang Durma juga memilki watak yang tegas, keras dan penuh dengan
amarah yang bergejolak.
Contoh
Tembang Durma (12a – 7i – 6a – 7a – 8i – 5a – 7i)
Ayo kanca
gugur gunung bebarengan
Aja ana kang mangkir
Amrih kasembadan
Tujuan pembangunan
Pager apik dalan resik
Latar gumelar
Wisma asri kaeksi
Aja ana kang mangkir
Amrih kasembadan
Tujuan pembangunan
Pager apik dalan resik
Latar gumelar
Wisma asri kaeksi
Berikut
penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang
Durma .
1. Guru
gatra = 7
Tembang
Durma memiliki 7 larik atau baris kalimat.
2. Guru
wilangan = 12, 7, 6, 7, 8, 5, 7
Kalimat
pertama berjumlah 12 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 7 suku kata.
Kalimat ke tiga berjumlah 6 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah
7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata. Kalimat ke enam
berjumlah 5 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 7 suku kata.
3. Guru lagu
= a, i, a, a, i, a, i
Akhir suku
kata dari setiap kalimatnya harus bervokal a, i, a, a, i, a, i.
9. Tembang Pangkur
blog-urangsunda.blogspot.com
Pangkur
berasal dari kata ‘mungkur’ yang memiliki arti pergi atau meninggalkan. Tembang
Pangkur memiliki filosofi yang menggambarkan kehidupan yang seharusnya dapat
menjauhi berbagai hawa nafsu dan angkara murka.
Di saat
mendapati sesuatu yang buruk hendaknya pergi menjauhi dan meninggalkan yang
buruk tersebut. Tembang Pangkur menceritakan tentang seseorang yang sudah siap
untuk meninggalkan segala sesuatu yang bersifat keduniawian dan mencoba
mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dari segi
pandang lain, Pangkur berasal dari kata punggawa dalam kalangan kependetaan
seperti tercantum di dalam piagam-piagam bahasa Jawa kuno.
Dalam Serat
Purwaukara, Pangkur memiliki arti buntut atau ekor. Karena itu Pangkur
terkadang diberi sasmita atau isyarat tut pungkur yang berarti mengekor, tut
wuri dan tut wuntat yang berarti mengikuti.
Watak
tembang Pangkur menggambarkan karakter yang gagah, kuat, perkasa dan hati yang
besar. Tembang Pangkur cocok digunakan untuk mengisahkan kisah kepahlawanan,
perjuangan serta peperangan.
Contoh
Tembang Pangkur (8a – 11i – 8u – 7a – 8i – 5a – 7i)
Muwah ing
sabarang karya
Ingprakara gedhe kalawan cilik
Papat iku datan kantun
Kanggo sadina-dina
Lan ing wengi nagara miwah ing dhusun
Kabeh kang padha ambegan
Papat iku nora lali
Ingprakara gedhe kalawan cilik
Papat iku datan kantun
Kanggo sadina-dina
Lan ing wengi nagara miwah ing dhusun
Kabeh kang padha ambegan
Papat iku nora lali
Berikut
penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang
Pangkur .
1. Guru
gatra = 7
Tembang
Pangkur memiliki 7 larik atau baris kalimat.
2. Guru
wilangan = 8, 11, 8, 7, 8, 5, 7
Kalimat
pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 11 suku kata.
Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah
7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata. Kalimat ke enam
berjumlah 5 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 7 suku kata.
3. Guru lagu
= a, i, u, a, i, a, i
Akhir suku
kata dari setiap kalimatnya harus bervokal a, i, u, a, i, a, i.
10. Tembang Sinom
Kata Sinom
memiliki arti pucuk yang baru tumbuh dan bersemi. Filosofi tembang Sinom
menggambarkan seorang manusia yang mulai beranjak dewasa dan telah menjadi
pemuda atau remaja yang mulai tumbuh.
Di saat
menjadi remaja, tugas mereka adalah menuntut ilmu sebaik mungkin dan
setinggi-tingginya agar bisa menjadi bekal kehidupan yang lebih baik kelak.
Dari segi
pandang lain Sinom ada hubungannya dengan kata sinoman, yang memiliki arti
perkumpulan para pemuda untuk membantu orang yang sedang punya hajat.
Ada juga
yang berpendapat lain yang menyatakan bahwa sinom berkaitan dengan upacara bagi
anak-anak muda zaman dulu. Bahkan sinom juga dapat merujuk pada daun pepohonan
yang masih muda (kuncup), sehingga terkadang diberi isyarat dengan menggunakan
lukisan daun muda. Di dalam Serat Purwaukara, Sinom berarti seskaring rambut
yang memiliki arti anak rambut.
Contoh
Tembang Sinom (8a – 8i – 8a – 8i – 7i – 8u – 7a – 8i – 12a)
Punika serat
kawula
Katura sira wong kuning
Sapisan salam pandonga
Kapindo takon pawarti
Jare sirarsa laki
Ingsun mung sewu jumurung
Amung ta wekasi wang
Gelang alit mungging driji
Lamun sida aja lali kalih kula
Katura sira wong kuning
Sapisan salam pandonga
Kapindo takon pawarti
Jare sirarsa laki
Ingsun mung sewu jumurung
Amung ta wekasi wang
Gelang alit mungging driji
Lamun sida aja lali kalih kula
Berikut
penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang
Sinom .
1. Guru
gatra = 9
Tembang
Sinom memiliki 9 larik atau baris kalimat.
2. Guru
wilangan = 8, 8, 8, 8, 7, 8, 7, 8, 12
Kalimat
pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata.
Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 8 suku
kata. Kalimat ke lima berjumlaj 7 suku kata. Kalimat ke enam
berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke
delapan berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke sembilan berjumlah 12 suku kata.
3. Guru lagu
= a, i, a, i, i, u, a, i, a
Akhir suku
kata dari setiap kalimatnya harus bervokal a, i, a, i, i, u, a, i, a.
11. Tembang Dhandhanggula
ytimg.com
Kata
Dhandhanggula berasal dari kata ‘dandang’ dan ‘gula’ yang berarti sesuatu yang
manis. Filosofi tembang Dhandhanggula menggambarkan tentang kehidupan pasangan
baru yang sedang berbahagia karena telah berhasil mendapatkan apa yang
dicita-citakan.
Kehidupan
manis merupakan suatu yang dirasakan bersama keluraga yang terasa begitu
membahagiakan.
Dari segi pandang lain Dhandhanggula diambil dari nama raja Kediri yaitu Prabu Dhandhanggendis yang terkenal setelah Prabu Jayabaya. Dalam Serat Purwaukara, Dhandhanggula berarti ngajeng-ajeng kasaean yang memiliki arti menanti-nantikan kebaikan.
Dari segi pandang lain Dhandhanggula diambil dari nama raja Kediri yaitu Prabu Dhandhanggendis yang terkenal setelah Prabu Jayabaya. Dalam Serat Purwaukara, Dhandhanggula berarti ngajeng-ajeng kasaean yang memiliki arti menanti-nantikan kebaikan.
Watak
tembang Dhandhanggula yaitu menggambarkan sifat yang lebih universal atau
luwes dan merasuk ke dalam hati. Tembang Dhandhanggula dapat digunakan untuk
menuturkan kisah dalam berbagai hal dan kondisi apa pun.
Contoh
tembang dhandanggula (10i – 10a – 8e – 7u – 9i – 7a – 6u – 8a – 12i – 7a)
Sinengkuyung
sagunging prawali
Janma tuhu sekti mandra guna
Wali sanga nggih arane
Dhihin Syeh Magrib tuhu
Sunan ngampel kang kaping kalih
Tri sunan bonang ika
Sunan giri catur
Syarifudin sunan drajat
Anglenggahi urutan gangsal sayekti
Iku ta warnanira
Janma tuhu sekti mandra guna
Wali sanga nggih arane
Dhihin Syeh Magrib tuhu
Sunan ngampel kang kaping kalih
Tri sunan bonang ika
Sunan giri catur
Syarifudin sunan drajat
Anglenggahi urutan gangsal sayekti
Iku ta warnanira
Berikut
penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang
Dhandhanggula .
1. Guru
gatra = 10
Tembang Dhandhanggula
memiliki 10 larik atau baris kalimat.
2. Guru
wilangan = 10, 10, 8, 7, 9, 7, 6, 8, 12, 7
Kalimat
pertama berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 10 suku kata.
Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah
7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 9 suku kata. Kalimat ke
enam berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 6 suku kata.
Kalimat ke delapan berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke sembilan berjumlah 12 suku
kata. Kalimat ke sepuluh berjumlah 7 suku kata.
3. Guru lagu
= i, a, e, u, i, a, u, a, i, a
Akhir suku
kata dari setiap kalimatnya harus bervokal i, a, e, u, i, a, u, a, i, a.
Tembang
macapat sampai sekarang masih cukup populer. Di sekolah juga masih diajarkan
bahkan ada juga yang sampai diperlombakan. Hal ini merupakan sesuatu yang
sangat baik untuk menjaga dan melestarikan tembang macapat.
Berikut
Contoh Tembang Macapat Pocung:
Tembang
macapat yang merupakan lagu Jawa ini merupakan kebanggaan bagi orang-orang
Jawa. Tembang macapat selalu digunakan pada setiap acara penting yang diadakan
orang Jawa. Hingga saat ini pun tembang macapat masih cukup populer.
Tembang
macapat sekarang ini biasanya dipertunjukan dalam pertunjukan-pertunjukan
tertentu, seperti hari peringatan, hari-hari besar orang Jawa, acara perlombaan,
acara pernikahan, dan lain sebagainya. Tembang macapat juga banyak diminati
oleh wisata-wisata asing, sehingga sering dipertunjukan juga untuk menjadi slah
satu kesenian hiburan.
0 komentar:
Posting Komentar